![]() |
Gambus acara hiburan di perhelatan pernikahan |
ACARA "ngunduh" mantu (menantu) di rumah dengan mengundang warga, serta para ketua RW se-Medokan Ayu memiliki makna filosofis dan sosial yang mendalam dalam budaya masyarakat Indonesia.
Makna itu antara lain tradisi menjaga api gotong royong untuk tetap hidup di tengah modernisasi, seperti saat ini.
Itu terjadi atas perhelatan pernikahan (ngunduh mantu) "Muchammad Naufal Mukhlis Maulana Putra, S.A. dan Fadlila Ilmi Zarkasi, S.Tr., Battra di Jl. Wonoayu 185, Medokan Ayu, Rungkut, Surabaya.
Acara ini digelar oleh pasangan M. Khusen, S. Sos., dan Gading Sulistiyowati. Orang tua mempelai laki-laki. "Naufal" sebagai putera pertama.
Sementara mempelai wanita, "Dilla" puteri kedua dari pasangan Drs. Moch. Djarkasi dan Nur Hidayati, S. Ag.
Perhelatan menikahkan ini dikenal pula dengan istilah Walimatul Ursy. Yakni pesta atau perayaan yang diadakan setelah akad nikah sebagai bentuk syukur atas nikmat pernikahan yang telah Allah berikan kepada kedua mempelai dan keluarga.
"Naufal dan Dilla" melangsungkan akad nikah sepekan lalu di masjid Ulul Azmi Kampus C Universitas Airlangga (Unair), pada Jumat, 13 Juni 2025.
Dalam kaitan ini M. Khusen, S. Sos., yang juga ketua RW03 Medokan Ayu memilih penyelenggaraan perhelatan di rumahnya. Ini dimaksudkan bisa berbagi kebahagiaan dengan warga di lingkungannya dan tanpa meninggalkan kawasan.
Hal ini sekaligus sebagai ritual pemersatu yang menyimpan 3 lapis makna. (1) Secara Vertikal: Restu leluhur lewat doa bersama, (2). Horizontal: Ikatan setara antarwarga, dan (3) Eksistensial: Penegasan identitas menantu sebagai bagian dari organisme sosial.
Melalui acara ini, warga (tetangga dan tamu lain se-Medokan Ayu) menjadi saksi sekaligus pemberi restu atas kehadiran menantu baru dalam struktur komunitas warga RW03 Medokan Ayu
.
Disisi lain, sebagai upaya Penghapusan Batas. Rumah privat berubah menjadi ruang publik. Ini penegasan bahwa keluarga baru adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat pada umumnya.
Acara ini pula menjadi jembatan antara keluarga kecil (mertua-menantu) dengan keluarga besar (warga), sebagai wujud perluasan tanggung jawab sosial.
GOTONG ROYONG
Penyelenggaraan di rumah itu juga sebagai Revitalisasi Gotong Royong. Disini api Praktik Kebersamaan, yang sudah menyala akan terus terjaga. Persiapan acara yang melibatkan warga adalah manifestasi nyata solidaritas komunitas.
Disamping itu, secara tidak langsung membangun Komitmen Timbal Balik. Keluarga mertua secara simbolis "mempercayakan" menantu pada warga, sementara warga menjaga dan membimbing mereka.
Kehadiran warga menciptakan lingkungan saling mengingatkan untuk menjaga norma masyarakat.
Tak dapat disangkal pula, aktivitas jabat tangan menantu ke seluruh warga adalah metafora penyatuan energi positif komunitas warga lingkungan Medokan Ayu.
TANPA UNDANGAN
Tak dapat dipungkiri. Dampak dari kegiatan yang kali pertama dijalani, membuahkan "lupa" atas nama kenalan baik, yang wajib hadir menikmati kebahagiaan bersama.
Begitunpun M. Khusen, mengakui banyak lupa atas kenalan baik di Medokan Ayu tanpa dikirimi undangan. Itu diceritakan pula oleh Didik Tri Winarno dan Hermawan yang membantu menyebarkan undangan.
Namun, hal ini tak membuahkan dampak berarti. "Terutama teman-teman, yang juga saya kenal dan sudah memahami karakter pak Khusen, mendengarpun, mereka juga datang", kata Didik Tri Winarno dan Hermawan.
Riil nya, pada 18.30 WIB tamu yang hadir sangat ramai. "Penuh kayak pasar sore", komentar seorang tamu kepada Weblog komunitas ini, InfoMedokanAyu
.
Sekitar pukul 19.10 WIB Didik Tri Winarno, Hermawan, dan Priono Subardan pamit. Meninggalkan lokasi. Bergantian tamu lain, terus berdatangan dan menu sajian terus ditambahkan. Ada Tahu Campur, Bakso, Sate Ayam, Siomay, dan yang lain termasuk jajan pasar.
![]() |
Empunya hajat pasangan berbahagia M. Khusen, S. Sos. dan Gading Sulistiyowati |