Minggu, 06 April 2025

Ustadz Abdullah Isa Berjuang Merekatkan Tali Silaturahmi

Keluarga yang dipertemukan lagi oleh Ustadz Abdullah Isa, setelah 20 tahun berpisah.

"TAK ada yang bisa menggantikan kehangatan sebuah keluarga. Waktu mungkin memisahkan jarak, tetapi tidak akan pernah mampu memutuskan ikatan cinta dan darah yang telah tertanam sejak kali pertama bernapas di dunia ini."

Demikian rasa yang dituangkan lewat kata-kata oleh Ustadz Abdullah Isa, seorang dari masjid Imadudin RW02 Medokan Ayu, ketika mempertemukan sekaligus mengantarkan keluarga dari Surabaya ke saudaranya demi silaturahmi di jl. Gereja, Malang, Sabtu.

Ustadz Abdulah Isa, yang juga kakak dari Ustadz Syamsudin ini salah satu warga peduli dari Medokan Ayu.

Sejak lama, di sela-sela waktunya, disisihkan untuk membantu warga Surabaya yang terpisah lama dengan keluarganya di luar kota.

Selang waktu paling lama dari keluarga yang dipertemukan ulang, di antaranya 20 tahun. Seperti yang diantar ke Malang, dengan mobilnya, kemarin.

Dikatakan, pernah juga mengantar ke Lumajang. Lokasi terisolir dan sebagainya, Tahun ini juga sempat mengatarkan ke Cepu setelah 20 tahun berpisah. 

Setelah 20 tahun lamanya terpisah oleh waktu, jarak, dan kesibukan masing-masing, akhirnya di lebaran ini bisa berkumpul lagi. 

Peristiwa ini, dirasakannya seperti mimpi — melihat wajah-wajah yang dulu begitu akrab, kini telah berubah, dihiasi garis-garis usia dan cerita hidup yang panjang. 

Ada yang sudah beruban. Ada yang dulu masih anak-anak, kini telah menjadi orang tua. 

"Namun, satu hal yang tak pernah berubah: rasa cinta dan kerinduan yang tak pernah pudar", beliau menyimpulkan atas pertemuan keluarga yang diantar dan dilihatnya..

"Betapa terharunya ketika pelukan dan tawa kembali mengisi ruangan", Ustadz merasakan kebahagiaan itu. 

Ustadz yang sejak SMA sudah mengajar mengaji itu, menuturkan setiap cerita yang tertunda selama dua dekade akhirnya terungkap. 

Disimpulkan, kenangan masa kecil, perjuangan hidup, dan harapan-harapan yang masih tersimpan  Itu hal yang tersirat dan terbaca dari pertemuan keluarga yang berpisah lama.

Air mata bahagia tak terbendung, karena inilah saat di mana jarak dan waktu tak lagi berarti. 

"Yang ada hanyalah kebahagiaan karena bisa menyapa, mendengar suara, dan merasakan kehadiran mereka yang selama ini hanya hidup dalam ingatan", tuturnya..

Dengan peristiwa ini, silaturahmi bukan sekadar tradisi, melainkan pengikat hati yang paling kuat. 

Ia mengingatkan bahwa di manapun berada, ada orang-orang yang selalu menanti kabar, mendoakan, dan menyimpan tempat khusus dalam hidup mereka. 

"20 tahun adalah waktu yang sangat panjang, tetapi pertemuan ini membuktikan bahwa cinta keluarga tak kenal waktu. Mari jaga silaturahmi, karena disitulah kekuatan sesungguhnya", pesannya. 
 
Diingatkan pula, jangan biarkan kesibukan dunia memutuskan tali kasih sayang yang telah dibangun sejak lahir. "Keluarga adalah rumah pertama dan terakhir yang akan selalu menerima kita apa adanya", ingatnya.

"Barangkali inilah makna reunion sejati — bukan sekadar bertemu, tetapi menemukan kembali bagian dari diri kita yang sempat hilang terbawa waktu," tandasnya.

Beliau berharap, semoga kisah ini menginspirasi semua untuk tak pernah menunda silaturahmi. Waktu terus berlalu, dan kesempatan tak selalu datang dua kali.

20 tahun berpisah, ketika bertemu yang didatangi di Malang konisi sakit. Hujan tangis pun membanjiri kebahagiaan itu.



(Ustadz Abdullah Isa/ Priono Subardan)