"Megengan" Tradisi Religius Menjelang Ramadhan


"Megengan" adalah tradisi yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai bagian dari persiapan menyambut bulan Ramadan. 

Istilah "megengan" berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti "menahan" atau "menahan diri", yang merujuk pada puasa yang akan dilakukan selama bulan Ramadan.

Secara praktis, megengan biasanya diwujudkan dalam bentuk acara selamatan atau kenduri, yakni masyarakat berkumpul untuk makan bersama, berdoa, dan bersyukur sebelum memasuki bulan suci. 

Makanan khas yang sering disajikan dalam acara megengan adalah apem, sejenis kue tradisional yang memiliki makna simbolis sebagai permohonan ampun dan penyucian diri.

Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, keikhlasan, dan persiapan spiritual dalam menyambut bulan Ramadan.
 
MEGENGAN DI JAWA TIMUR
Bersumber dari referensi kumparan(dot)com, sebagai berikut:

Indonesia memiliki beragam tradisi yang tersebar di berbagai daerah. Salah satunya adalah tradisi megengan yang berasal dari Jawa Timur. 

Filosofi megengan dalam masyarakat Jawa Timur sangat kental dan memiliki filosofi yang mendalam.

Tradisi ini diyakini telah ada sejak masa Wali Songo sebagai bentuk akulturasi antara budaya Jawa dan ajaran Islam. 

Megengan biasanya dilaksanakan pada akhir bulan Syaban, tepat sebelum memasuki Ramadan sebagai ungkapan rasa syukur dan persiapan spiritual.

Filosofi Megengan, Tradisi dari Jawa Timur
Mengutip buku Tradisi-tradisi Menyambut Ramadan di Indonesia dan Dunia, Yeti Nurmayati (2020:28), megengan adalah tradisi khas Jawa Timur terutama Surabaya menyambut bulan suci Ramadan, biasanya dilakukan sehari menjelang Ramadan.

Kata "megengan" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "menahan", merujuk pada kewajiban menahan hawa napsu selama berpuasa. 

Salah satu ciri khas Megengan adalah penyajian kue apem. 

Berikut ini beberapa filosofi megengan yang merupakan tradisi khas Jawa Timur.

Persiapan Spiritual Menyambut Ramadan
Megengan berasal dari kata Jawa "megeng" yang berarti menahan. Tradisi ini mengingatkan umat Islam untuk menahan hawa napsu dan mempersiapkan diri secara spiritual sebelum memasuki bulan suci Ramadan.

Permohonan Maaf dan Introspeksi Diri
Kue apem menjadi simbol penting dalam Megengan. Nama "apem" diyakini berasal dari bahasa Arab "afwan" yang berarti ampunan. Dengan membagikan kue apem, masyarakat saling memohon maaf dan melakukan introspeksi diri sebelum memulai ibadah puasa.

Ikatan Sosial dan Kebersamaan
Melalui kegiatan doa bersama dan pembagian makanan, tradisi Megengan memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas antarwarga. Masyarakat berkumpul untuk berdoa dan berbagi hidangan sebagai wujud syukur dan kepedulian sosial.

Akulturasi Budaya Jawa dan Islam
Megengan merupakan hasil akulturasi antara budaya Jawa dan ajaran Islam. Tradisi selamatan yang sudah ada sebelum Islam masuk ke Jawa, diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Walisongo, sehingga menciptakan praktik yang kaya akan makna dan simbolisme.

Ungkapan Rasa Syukur
Pelaksanaan Megengan juga merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas kesempatan yang diberikan untuk kembali bertemu dengan bulan Ramadan. Melalui tradisi ini, masyarakat mengekspresikan rasa terima kasih atas nikmat dan rezeki yang telah diterima.

Simbolisme Kue Apem dan Pisang
Selain kue apem, pisang juga sering disertakan dalam hidangan Megengan. Kombinasi apem dan pisang memiliki makna simbolis; bentuk bulat apem dan pisang yang memanjang jika digabungkan menyerupai payung, melambangkan perlindungan dan harapan akan keselamatan selama menjalankan ibadah puasa

Tradisi Nyekar Sebelum Megengan
Sebelum melaksanakan Megengan, masyarakat sering melakukan "nyekar" atau ziarah ke makam leluhur. 

Kegiatan ini bertujuan untuk mendoakan arwah keluarga yang telah meninggal dan mengingatkan akan pentingnya menghormati serta mengenang jasa para pendahulu.

Filosofi megengan tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga sarana untuk memperdalam nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya dalam kehidupan masyarakat Jawa Timur. 

Dengan tradisi ini masyarakat Jawa Timur tidak hanya menjaga warisan budaya leluhur, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keagamaan dan sosial dalam kehidupan sehari-hari.